Saya sempat bengong agak lama, sebelum mulai mengetik tulisan ini. Bukan karena bingung mau menulis apa, tapi memang Catatan Kaki tahunan ini adalah momen untuk merunut kembali segala kejadian dalam setahun terakhir, untuk kemudian direnungkan, disesali, dirayakan, apapunlah.
Oke, jadi ada kejadian apa aja setahun ke belakang?
(bengong lagi)
Banyak sih.
Ngga bisa dipungkiri, setelah dirasa berlalu, ternyata bayang-bayang hantu pandemi masih terus mengikuti. Terutama secara bisnis. Ditambah lagi dengan kondisi industri dan situasi politik baik di dalam maupun luar negeri yang ah gitu deh, makin ga menarik untuk dibahas. Tapi setahun terakhir ini kami seperti diingatkan, WADEZIG! bukan melulu tentang pasar dan uang. 22 tahun yang lalu kami sepakat untuk melahirkan orok bernama Wadezig! ini dengan diiringi doa semoga tumbuh di lingkungan yang baik, dan besar menjadi manfaat kembali bagi lingkungan tersebut. Bisa menjadi wadah belajar dan berkarya buat orang-orang di sekitarnya.
Menengok kembali doa-doa lama tersebut, itulah persis yang kami lakukan setahun ke belakang. Kami turun kembali ke jalan tempat di mana kami tumbuh dan dibesarkan, menyapa kawan-kawan lama, merasakan lagi dinginnya tembok-tembok kota, dan balik lagi kaya di masa lalu, meninggalkan jejak untuk dinikmati segenap warga kota.
Oh it’s good to be back home.
Setahun terakhir, rilisan kolaboratif Artists Series rasanya bertambah banyak, baik dari seniman dalam maupun luar negeri. Ada Woreum, Techooo, Syrcaa, dan lain-lain. Selalu menyenangkan bisa bikin-bikin sesuatu sama kawan-kawan, baik yang lama maupun yang baru. Tapi yang paling berkesan adalah waktu kami mulai rutin mengangkat profil kawan-kawan seniman. Ada yang berupa wawancara tertulis atau video, ada yang berupa produk kolaborasi. Hal-hal yang diangkat juga bermacam-macam, mulai dari karya-karyanya sampai dengan segala side hustle-nya untuk bertahan hidup. Selain itu, salah satu kegiatan favorit saya yang rutin kami lakukan setahun terakhir ini adalah mengikuti keseharian seorang seniman tertentu, mulai dari bangun tidur sampai kembali tidur, dan mendokumentasikannya dalam video secara berkala dengan judul A Day With:. Menarik karena akan menjawab pertanyaan sebagian besar orang-orang, kegiatan sehari-hari seorang graffiti writer itu ngapain aja sih? Kebayangnya pasti yang artsy dan rebelious banget gitu kan? Bronx-bronx gitu deh. Ternyata ngga juga. Crude itu ternyata pelajar SMP, jadi sehari-hari kegiatannya ya ke sekolah. Ada juga yang bekerja sebagai chef di hotel berbintang. Seru ya?
Tahun ini juga mengawali dibukanya tembok WDZG! Playground untuk siapa saja yang ingin berkarya. Melalui kurasi tentunya, karena keterbatasan tempat dan waktu. Tapi setidaknya ini semakin memantapkan langkah kami menuju tercapainya doa lama 22 tahun yang lalu: menjadi wadah berkarya bagi siapapun yang bervisi sama.
Berkat segala rupa kegiatan yang terjadi di tahun ini, intensitas pertemuan dan perkenalan dengan teman lama dan teman baru otomatis semakin tinggi. Belum lagi teman-teman lama yang suka secara spontan muncul di WDZG! Playground untuk sekedar corat-coret. Belum lagi berbagai undangan partisipasi di pameran-pameran, undangan launching buku, dan banyak lagi.
Kalau diingat-ingat dan dirunutkan, ternyata sibuk juga komunitas ini dalam setahun terakhir. Tapi satu hal yang saya rasakan, ternyata hal-hal seperti inilah yang menjadi bahan bakar utama semangat kami. Ternyata turun kembali ke jalan dan berkarya bersama-sama itulah yang menjadi napas kami selama ini. Semoga ini jadi penanda satu tahun ke depan akan semakin seru.
Tahun ke-22 ini mungkin belum akan lebih baik. Lagi-lagi dari kacamata bisnis. Tapi lagi-lagi ini bukan persoalan angka-angka semata. Kami sudah menemukan kembali spirit lama yang sempat terlupakan;
S T R E E T S P I R I T .
Bandung, 14 Februari 2025
Ing